Andaikan Emak yang berangkat Umrah, pasti aku juga turut Umrah

Hadiah Umrah
Cerita ini saya mulai dengan kisah hidup saya sebagai (termasuk) seorang anak kebanggaan emak saya. Saya adalah seorang anak desa yang dulunya niat merantau dari kampung karena ketidaktersediaan dana namun tetap niat untuk sekolah. Hamdalah akhirnya diwisuda pada tanggal 21 Februari 2009 dari salah satu perguruan tinggi kedinasan, Sekolah Tinggi Sandi Negara – Bogor. Mahasiswa lulusan Sekolah Tinggi Sandi Negara setelah lulus langsung dipekerjakan menjadi pegawai pada lembaga Sandi Negara. Setelah di-wisuda, saya tinggal bersama dua orang teman Fajar dan Decky, dengan maksud agar biaya kost-an lebih murah dan juga dekat dengan kantor tempat kami bekerja, di depan kantor, Ragunan, Jakarta Selatan.
masjidil-haram
Kehidupan kami sangat sederhana sebagai anak kost, beli lauk saja (masak nasi sendiri), bahkan kadang makan hanya dengan telor dan kecap. Saya sendiri bahkan minjem uang untuk biaya ngontrak rumah tersebut. Karena tidak bisa mengharapkan bantuan finansial dari rumah. Untungnya adalah bahwa kami langsung dipekerjakan di kantor Lembaga Sandi Negara, dengan status PNS.

Dalam permulaan bekerja di kantor itu, ada Kegiatan Maulid Nabi yang diadakan oleh pengurus FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah) kantor, yang bertepatan dengan perpisahan kepala kantor yang lama dengan yang baru. Dalam acara Maulid-an tersebut, di akhir acara sebelum do’a, panitia meminta kepala kantor yang lama untuk memberikan sambutan.

Dalam sambutannya, beliau menyampaikan permintaan maaf jika selama beliau memimpin ada yang kurang, ataupun kurang berkenan di hati karyawan, dan satu hal yang serasa merubah hidupku untuk selamanya adalah ketika beliau mengumumkan akan memberangkatkan enam orang karyawannya untuk berangkat umrah. Seluruh peserta pada saat itu berubah jadi ceria dan sumringah, berharap bisa mendapatkan hadiah tersebut. Dua nama ternyata sudah ditetapkan oleh beliau sendiri, yaitu sopir dan ajudannya, sedangkan empat nama lainnya lagi dipilih secara acak, cabut nomor. Dan Alhamdulillah, nama terakhir yang dipanggil adalah nama saya. Inginnya rasanya bersujud syukur, tapi tidak memungkinkan pada saat itu karena kondisi tempat yang cukup sempit.

Sepulang dari acara tersebut, malamnya saya langsung memberitahukan kabar gembira tersebut kepada saudara-saudara saya di kampung. Pertama saya beritahu ke kakak yang paling tua, bertanya, “gimana kalau yang berangkat Ibu aja?”. Beliau dengan senang hati mendengar kabar gembira tersebut, lalu memberikan saran bahwa beliau lebih prefer kalau yang berangkat adalah saya, karena ini dari kantor saya. Lalu lanjut ke kakak yang tertua nomor dua, tiga dan empat, jawabannya sama, tetap prefer yang berangkat adalah saya, tapi mempersilahkan menanyakan ke Ibu apakah Ibu ingin berangkat atau menyuruh saya saja yang berangkat. Sedikit bercampur aduk ketika akan bertanya ke Ibu.

Dari dulu saya sudah berniat ingin memberangkatkan ibu untuk berangkat ke Mekkah, naik Haji. Saya sempat berpikir, mungkin ini kesempatan yang baik sekali untuk memberangkatkan Ibu, walaupun belum haji. Saya tekan nomor HP kakak saya yang tertua nomor empat, yang kebetulan tinggal dengan Ibu, “Halo, ka, ada Ibu? Saya mau ngomong yang tadi malam itu ke Ibu”. Beliau sudah mengerti karena malam sebelumnya saya sudah memberitahu bahwa saya ingin berbicara sendiri ke Ibu. “Bu, gimana kabar, sehatkan?!”, seperti biasa suara Ibu nun jauh di Sumatera sana membuat tenang hati yang risau, selalu memberikan semangat baru jika mendengar suara beliau. Keadaannya baik-baik saja, sehat. “Bu, gini, saya dapat hadiah dari kantor untuk berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan Umrah, Hamdalah.. nah, ibu mau gak berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan Umrah? kalau mau nanti ditukar saja namanya dengan saya?”. Beliau terdiam, hening, terdengar helaian nafas tanda suara gembira di seberang sana, lalu melanjutkan bicara, “eh Nak, kan yang dapat hadiah kamu, kamu dulu aja yang berangkat, nanti Ibu bisa berangkat setelah kamu, kamu do’akanlah Ibu disana agar bisa nyusul, kamulah harapan Ibu untuk bisa berangkat kesana. Ibu gak punya duit Nak untuk berangkat kesana, kalau gak karena kalian anak-anakku”. Hanyut seketika mendengar kata-kata Ibu tersebut yang berisi kebanggaan, kepasrahan, restu, kasih sayang seorang Ibu, dan harapan-harapan yang menguatkan sekaligus mengikat hati ini, untuk nanti memberangkatkan beliau ke Mekkah (Amien..). Terima kasih Bu.

Kehidupan Ibu di kampung sangat pas-pasan bahkan bisa dibilang kurang. Umur menjalani 60 tahun, menjanda sejak tahun 1994, tapi masih termasuk sehat dan bugar (Amien..) jika dibanding dengan orangtua lain yang seumuran dengan beliau. Ibu saya adalah seorang petani yang tidak punya tanah untuk digarap. Beliau meminjam tanah/sawah orang lain untuk digarap dan nanti hasilnya akan dibagi dengan yang punya. Ya, daripada tidak dapat makan, begitu kata beliau. Karena umurnya yang sudah lumayan tua, beliau sebenarnya sudah alergi di kaki jika masuk lumpur (dalam bahasa batak disebut simborgo), tapi sekali lagi, beliau hanya bilang, “kan hanya sekali-kali, daripada tidak makan”. Kami sebagai anak tidak bisa melarang beliau untuk pergi ke sawah, dan tidak bisa membantu banyak secara finansial. Untuk mengobati kaki beliau yang sakit tersebut, terkadang saya atau saudara yang lain mengirimkan obat, atau biaya untuk membeli obat.

9 Hari Di Tanah Arab
Tiba pada saatnya untuk berangkat Umrah, Kamis, 21 Mei 2009, berangkat dari Indonesia naik pesawat Garuda Indonesia, pada pukul 11.30 WIB, dan tiba di Bandara King Abdul Aziz – Jeddah pada pukul 15.30 WS (Waktu Setempat). (Perbedaan waktu Indonesia – Arab Saudi 4 jam, Indonesia lebih cepat, jadi penerbangan sekitar 9 jam). Sesampai di Jeddah, makan siang, beres-beres dan istirahat sebentar lalu kegiatan dilanjutkan dengan makan malam. Setelah itu ngambil Miqat (syarat awal untuk ihram) dari hotel langsung, lalu menuju tanah haram Mekkah (dalam kondisi ber-ihram). Tiba di Mekkah sekitar jam 22.00 WS, menuju hotel, taruh barang, lalu langsung menuju Masjidil Haram, tawaf 7 kali, dan Sa’i 7 kali juga, lalu tutup ihram dengan menggunting rambut. Selesai kegiatan pada malam itu sekitar jam 01.30 WS.

Jum’at, tanggal 22 Mei 2009, hari pertama di Mekkah, karena sedikit kelelahan malamnya, saya dan teman sekamar lainnya bangun agak terlambat, lalu kami melaksanakan salat subuh, tetap di Masjidil Haram. Siangnya seperti biasa salat Jum’at, sore ashar, malam magrib dan isya, semuanya berjamaah di Masjidil Haram.

Sabtu, 23 Mei 2009, hamdalah subuh tidak telat lagi, kita malah bangun lebih awal dan salat tahajjud dulu di Masjidil Haram. Dzuhur, ashar, maghrib, dan isya berjamaah di Mesjid.

Minggu, 24 Mei 2009, sehabis salat subuh, makan pagi, kita berangkat untuk jiarah/berkunjung. Jabal (Jabal=gunung) Tsur – tempat persembunyian Muhammad ketika hendak dibunuh oleh Kafir Quraisy; Jabal Rahmah – tempat bertemunya Adam dan Hawa, tempat paling dijabah doa jika minta pasangan (kata mereka); Jabal Nur – tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama; dan terakhir untuk hari itu adalah mesjid Tan’im – tempat yang diperbolehkan untuk mengambil miqat jika ingin melaksanakan umrah lagi.

Senin, 25 Mei 2009, jam 10.00 WS kita harus sudah nurunin barang-barang (check-out) dari dalam kamar hotel, karena akan menuju Madinah. Setelah makan siang menuju Madinah, perjalanan sekitar 5 jam. Tiba di Madinah, menuju hotel, salat magrib di mesjid Nabawi, makan malam, lalu salat isya di Mesjid, dan jiarah ke makam Rasulullah SAW dan 3 sahabatnya. Setelah selesai jiarah, salat sunat di Raudoh, lalu kembali ke hotel.

Selasa, 26 Mei 2009, salat subuh dan dzuhur di Mesjid Nabawi, lanjut dengan jiarah ke Mesjid Kuba, kebun Kurma, Jabal Uhud yang terdiri dari rumat, kuburan prajurit muslim, dan Jabal Uhud itu sendiri.

Rabu, 27 Mei 2009, jam 10.00 WS harus sudah check-out dari Hotel, dan setelah salat dzuhur menuju Jeddah. Tiba di Jeddah sekitar waktu isya. Masuk hotel, salat magrib dan isya, makan malam, lalu menuju tempat perbelanjaan Jeddah.

Kamis, 28 Mei 2009, jam 12.00 WS check-out dari Hotel, dan jam 15.00 WS, menuju mesjid Terapung, sekalian satu jalan menuju Bandara King Abdul Aziz (untuk perjalanan pulang). Tiba di mesjid Terapung, salat Ashar, istirahat bentar, lalu menuju Bandara. Terbang dari Jeddah pukul 03.30 WS (sama dengan 07.30 WIB hari jum’at) singgah ke Riyadh dulu (perjalanan lebih dari 1 jam), dari Riyadh menuju Jakarta ditempuh kurang lebih 9 jam.Beloved Mother

Sepulang Umrah, sampai sekarang, semua berjalan seperti biasa, dan mudah-mudahan perubahan ke yang lebih baik mesti kecil yang aku rasakan sekarang semoga bisa dipertahankan. Cuma di akhir-akhir ini saya sempat berpikir, andai dulu yang berangkat Umrah adalah ibu, betapa bangganya saya jadi anaknya, betapa bangganya Ibu kepada saya, betapa bangganya agama (menurut saya) kepada pengikutnya yang bisa memberangkatkan Ibu-nya ke Mekkah – dengan cara apapun itu. Saya berjanji, dalam (minimal) lima tahun lagi, saya, Ibu, beserta istri saya nanti bisa berangkat bareng-bareng ke Mekkah, untuk melaksanakan Ibadah Haji, Amien. Karena saya merasakan ketika di Mekkah, alangkah indahnya, ketika kita berjalan bersama Ibu tercinta kita mengelilingin ka’bah.

Saya tulis dalam lomba menulis emak ingin naik haji

9 thoughts on “Andaikan Emak yang berangkat Umrah, pasti aku juga turut Umrah

  1. kalo kita udah niat dengan tulus dan sungguh-sungguh Allah akan mempermudahnya Insha Allah. Mudah-mudahan sebelom lima tahun lg udah bisa naik haji & Menang dalam lomba menulisnya Amiiin.

  2. nice dream.I have same dream.q juga berharap bisa mewujudkan keinginan mama buat naik haji.I hope your dream will be come true.same with me too.aminn….

Leave a reply to naMorai Cancel reply